Peraturan dan Regulasi
a. Undang-undang No.19 tentang Hak Cipta
BAB I : KETENTUAN UMUM
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang
diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat
komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil
yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
BAB II : LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya
sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi
adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program
Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa
oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer
oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan
sendiri.
BAB III : MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 30:
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama
kali diumumkan.
Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat
mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya
tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa
dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni
batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat),
fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi
sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan
suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya
perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan
bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di [[pengadilan]] apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang
Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan
langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak
cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan
formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun
[http://www.dgip.go.id/article/archive/9/ situs web] Ditjen HKI. “Daftar Umum
Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat
dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
C. Undang-Undang No.36 tentang telekomunikasi
Sesuai dengan BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 yang
terkandung dalam UU. no 36 tahun 1999 yang berisikan sebagai berikut :
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik Lainnya
Lalu sarana dan prasarana apa saja yang diterangkan
di Bab 1 Pasal 1 itu , diantaranya adalah Alat telekomunikasi, Perangkat
telekomunikasi, Sarana dan prasarana telekomunikasi, Pemancar radio, Jaringan
telekomunikasi, Jasa telekomunikasi, Penyelenggara telekomunikasi, Pelanggan,
Pemakai, Pengguna, Penyelenggaraan telekomunikasi, Penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi, Penyelenggaraan jasa telekomunikasi, Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus, Interkoneksi, dan Menteri.
PEMBAHASAN
Menurut Azas dan Tujuan yang terkandung dalam Bab 2
, Pasal 2 berbunyi “Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat,
adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan
pada diri sendiri”. Dan Pasal 3 berbunyi “Telekomunikasi diselenggarakan dengan
tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa”.
Azas dan tujuan yang diterangkan diatas telah menerangkan bahwa segala macam
aktivitas telekomunikasi telah mempunyai kepastian hukum dan mempunyai tujuan
untuk mempersatukan bangsa.
Menurut Penyidikan yang terkandung dalam Bab 5,
Pasal 44 Poin (1) yang berbunyi “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen
yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi”. Memiliki makna, bahwa segala macam tindak pidana yang
berhubungan dengan telekomunikasi memiliki sebuah wadah penyelidikan yang
koordinir oleh Penyidik Polri ataupun semua PNS yang berada pada departemen
Telekomunikasi yang diberikan kewenangan khusus dalam melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
Menurut Sanksi Administrasi yang terkandung dalam
Bab 6, Pasal 45 dan 46. Jika terjadi tindak pidana dalam pelenggaraan
telekomunikasi, maka sangsi yang akan diterima berupa pencabutan izin.
Pencabutan izin diberikan setelah penyelenggara mendapatkan peringatan tertulis
sebelumnya. Jika masih tetap dilaksanakan, maka pencabutan izin akan langsung
dilayangkan.
Kesimpulan, dengan UU No. 36 tahun 1999 seperti yang
tercantum diatas, memiliki ruang lingkup untuk pengguna telekomunikasi yang
terbatas. Tidak ada kebebasan dalam penyampaian pandangan mereka. Namun yang
sangat disayangkan adalah kepada penyelenggara telekomunikasi. Mereka akan
mendapatkan sangsi, namun sangsi itu bukan mereka yang melakukan, namun imbas
dari pengguna jasa nakal yang membuka atau mengakses sesuatu dengan ilegal.
sumber:
http://nadiraqui.blogspot.com/2011/03/undang-undang-no-19-dan-no-36-yang.html